Kisah ini mirip cerita Tsa’labah, salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Menurut riwayat, ketika Tsa’labah dicoba oleh Allah SWT dengan kemiskinan, Dia bersama istrinya tercinta sangat taat beribadah kepada Allah. Selesai menunaikan sholat berjama’ah di masjid bersama Rasulullah, Tsa’labah buru-buru pulang ke rumah. Begitu salam, dia langsung pulang. Demikian yang dilakukannya.
"Wahai Tsa’labah, selesai sholat mengapa engkau bergegas pulang ke rumah?" Tanya Rasulullah pada suatu hari. "Aku harus bergantian memakai kain sarung dengan istriku, wahai Rasulullah. Jika aku berlama-lama dimasjid, istriku bisa ketinggalan sholatnya. Kain sarung kami hanya sehelai, wahai Rasulullah," Jawab Tsa’labah berterus terang.
Rasulullah akhirnya dapat memahami kondisi keluarga Tsa’labah yang sangat miskin itu. Suatu hari, Tsa’labah memohon kepada Rasulullah agar didoakan menjadi orang kaya. Permohonan Tsa’labah tidak serta merta dikaburkan Rasulullah SAW. Tapi, Tsa’labah terus menerus memohon, hingga akhirnya permohonan itu dikaburkan oleh Rasulullah. Tsa’labah pun merasa sangat gembira.
Dia tahu, permohonan kekasih Allah pasti akan dikaburkan olehNya. Dalam hati dia berjanji, jika menjadi orang kaya akan menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah. Setelah mendoakannya, Rasulullah kemudian memberikan sepasang kambing kepada Tsa’labah untuk diperihara. Nah,kambing pemberian Rasulullah ini kemudian beranak pinak dengan cepatnya, berkembang dari dua ekor menjadi empat ekor, dari empat ekor menjadi enam belas ekor dan seterusnya.
Waktu itu, Tsa’labah masih terlihat shalat berjama’ah di masjid bersama Rasulullah SAW. Ketika kambing Tsa’labah telah berjumlah 100 ekor, dia tidak lagi terlihat sholat dimasjid. Ketika Rasulullah bertanya pada salah seorang tertangganya, sang tertangga memberikan penjelasan, "Tsa’labah sekarang sibuk mengurus ternaknya yang berjumlah ratusan ekor, wahai Rasulullah!" Mendengar jawaban itu,
Rasulullah merasa sangat prihatin. "Kasihan Tsa’labah, dia telah diperdaya oleh hewan peliharaannya," gumam Rasulullah. Bahkan, hari belakangan Tsa’labah tidak lagi terlihat sholat jum’at di masjid. Lebih celaka lagi,ketika datang utusan dari Rasulullah untuk meminta zakat hewan ternaknya, Tsa’labah menolak mengeluarkan zakat. Dengan demikian, dia telah mengingkari kewajiban dan janjinya ketika masih hidup miskin…
Begitulah kisah Tsa’labah. Demikian pula dengan kisah yang menimpa Razali. Ketika hidup miskin, dia bersama istrinya sangat taat beribadah. Setiap Sholat fardhu terlihat berada di masjid. Setiap malam, dia bersama istrinya mengerjakan sholat tahajjud. Setiap pagi, dia mengerjakan sholat Dhuha, dan setiap senin dan kamis, mereka berpuasa sunnah. Malam harinya, mereka berdua mengajar anak-anak usia SD membaca Al-Qur’an.
Setiap selesai mengerjakan sholat, suami istri ini berdoa agar diberi harta kekayaan. "Kalau hidup kita kaya raya, kita dapat melaksanakan kewajiban kepada Allah yang tidak dapat dilaksanakan oleg orang miskin seperti kita. Seperti menunaikan ibadah haji, menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim," Kata Razali suatu malam kepada istrinya.
"Kaya dan miskin sesungguhnya merupakan ujian, bang. Aku bahagia, meskipun hidup miskin," jawab istrinya. Suatu hari, Razali ditawari oleh kepala dusun di desa tempatnya tinggal program pengentasan kemiskinan dengan memelihara sepasang sapi. Razali menyambut gembira tawaran ini.
memelihara sapi sangat cocok dikampungnya yang banyak ditumbuhi rumput.Pemerintah memberikan sepasang sapi untuk dipelihara. Setelah sapi itu beranak pinak, induknya diberikan kepada warga yang lain, dan demikian seterusnya.
Ketika sapi Razali berjumlah empat ekor, dia masih terlihat sholat berjama’ah di masjid. Tapi, ketika ternak sapinya berkembang menjadi sepuluh ekor, Razali mulai jarang sholat berjama’ah di masjid. menurut cerita tertangganya pada Ustadz Rohmat, nazir masjid, Razali tiba dirumah dari menggembalakan sapi menjelang sholat Maghrib. Tiba sholat Isyu, tubuhnya terasa letih setelah seharian menggembalakan sapi.
Tengah malam, Razali tidak lagi mengerjakan sholat Tahajjud. Rasa letih membuat dia malas untuk bangkit dari atas peraduannya. Bahkan, sholat subuh dikerjakannya pada jam 07:00. Sudah beberapa kali jum’atan dia tidak terlihat duduk shaf paling depan. Seluruh waktunya hampir dihabiskan untuk mengurus hewan ternaknya. Pagi membersihkan kandang hingga tengah hari, dan setelah sholat zhuhur pergi mencari rumput.
Razali tidak pernah lagi bergaul sama tertangganya. Saat anak-anak usia SD hendak mengaji, langsung disuruhnya pulang. Sikap hidupnya kini berubah, demikian pula dengan istrinya. Dulu aktif mengikuti pengajian, Kini dia tidak lagi kelihatan berbaur bersama dengan ibu-ibu rumah tangganya disekitar tempat tinggalnya.
"Kenapa Razali tidak lagi sholat bersama kita?" Tanya Ustadz Rohmat pada jama’ahnya. "Dia sekarang sibuk mengembalakan hewan ternaknya, Pak Ustadz!" Jawab Ali, tetangga sebelah rumah Razali. "Bahkan dia sudah berani meninggalkan sholat" Musa menambahkan. "Jangan berburuk sangka padanya. Berburuk sangka itu sudah berdosa. Siapa tahu Razali sholat ditempat dia mengembalakan ternaknya," Jawab Ustadz. "Apa yang disampaikan Musa itu benar, Pak Ustadz.
berangkat dari rumah, Razali tidak membawa apa-apa kecuali baju kumuh yang melekat di badan dan bekat makan siang," sela Usman. Sesaat Ustadz Rohmat tercenung. Sepertinya dia sangat prihatin dan kecewa melihat perubahan pada diri Razali. Dari hamba Allah yang taat, berubah menjadi hamba yang megingkari perintah Allah. Jika sholat wajib sudah sering ditnggalkan, bagaimana dengan ibadah sunnahnya.
"Jika memang benar Razali seperti yang kalian ceritakan, maka dia termasuk golongan orang-orang yang rugi. Razali tidak mensyukuri nikmat berupa harta yang Allah anugrahkan kepadanya," Ustadz Rohmat lalu membacakan firman Alloh SWT dalam surah Ibrahim ayat 7 sekaligus menterjemahkan: "Dan ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memberikan peringatan sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu.
Jika kamu mengingkari nikmatKu maka sesungguhnya azabku sangat pedih." Peringatan Allah dalam surah Ibrahim ayat 7, pernah disampaikan Musa pada Razali. Tapi, nasehat itu justru dibalasnya dengan kata-kata yang amat menyakitkan perasaan hati Musa. "Kau tidak perlu nasehatiku. Urus saja dirimu dan keluargamu!" Tukas Razali lalu pergi meninggalkan Musa.
Suatu hari, Ustadz Rohmat kerumahnya. Dia sengaja ingin melihat bagaimana keadaan Razali sekarang. Selepas sholat Isya, Ustadz Rohmat pun datang bertamu. "Ayah barusan pulang dari menggembalakan ternak," cerita anak sulung Razali dan mempersilahkan Ustadz Rohmat menunggu ayahnya selesai mandi. Tak lama kemudian Razali pun muncul. "Pak Ustadz, apa kabar?" Sapahnya ramah.
"Kabar baik. Mengapa sekarang kau tidak lagi datang ke masjid?" tanya Ustadz. "Aku kekurangan waktu untuk menggembalakan sapiku, Pak!" jawab Razali. "Sholat berjama’ah itu sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW." "Tapi, aku tidak punya waktu. Hewan ternakku memerlukan perhatianku." "Allah tidak melarang hambanya berkerja keras," Ustadz Rohmat kembali membacakan firman Alloh SWT sekaligus menterjemahkan:
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan kepadamu kebahagiaan negeri akhirat dan jangan kamu lupakan kebahagiaanmu dan kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain, sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
(Qs. Al-Qashash: 77).
Razali hanya diam tertunduk mendengarkan. "Jangan jadi karun!" Tandas Ustadz Rohmat mengingatkan Razali. Setelah berbincang beberapa saat, dia pun lalu pamit pulang. Berkat kerja kerasnya, sapi-sapi Razali terus berkembang biak. Sampai suatu hari, datang kerumahnya pengurus Baziz yang mengingatkan agar dia membayar zakat hewan ternaknya. Razali enggan membayar zakat pada Baziz.
Dia mengaku akan menyerahkan langsung zakat hewan ternaknya pada warga miskin di desanya tanpa melalui Baziz. Tapi, janji ini kembali tidak ditepatinya. Allah SWT terus menguji Razali dengan memberikan harta yang berlimpah. Sampai akhirnya jumlah sapi peliharaannya mencapai dua ratus ekor lebih.
Kekayaan yang diberikan Allah padanya bukan membuat dirinya jadi taqwa, tapi justru sebaliknya, dia menjadi tamak. Razali tidak pernah lagi membelanjakan hartanya di jalan Allah, seperti menyantuni fakir miskin, anak-anak yatim, dan menyumbang untuk pembangunan masjid di desanya.
Ketamakan Razali terharap harta, tak ubahnya seperti disebutkan Rasulullah SAW dalam salah satu hadits, "Seandainya manusia memiliki harta dua gunung emas, tentulah ia memohon minta diberikan satu gunung lagi" (HR. bukhori dari Ibnu Abbas).
Perbendaharaan harta kekayaan dunia adalah milik Allah. Diberikannya harta itu kepada siapa yang dia kehendaki, dan dia akan mencabutnya dari siapa yang dia kehendaki. Demikianlah halnya yang kemudian terjadi pada Razali. Suatu hari, Razali menemukan sapi peliharaannya terserang wabah penyakit. Satu demi satu sapi peliharaannya mati mendadak, hingga tidak ada tersisa seekor pun juga.
Kini yang tinggal hanya kadang kosong belaka! Razali tidak siap menerima kenyataan ini. Pikirannya tegang dan penyakit darah tingginya pun kumat. Saat hendak kekamar, dia terjatuh. Kepalanya membentur kolam air. Bahkan, Razali sempat tergeletak selama empat jam.
Kebetulan, hari itu semua keluarganya pergi. Razali tinggal sendiri di rumah. Saat ditemukan istrinya, tubuh Razali telah kaku dan lidahnya kelu. Bergegas dia dibawa ke rumah sakit. Sempat opname selama sebulan, tapi karena tidak ada biaya, maka, keluarganya terpaksa membawanya pulang ke rumah. Razali menderita stroke.
Dia hanya bisa terbaring lemah di atas tempat tidur selama dua tahun. Siang malam, istrinya dengan setia menjaganya. Menjelang sakaratul maut, Razali mendapatkan siksaan yang teramat pedih. Ini dapat diketahui dari mimiknya yang seolah merintih menanggung rasa sakit tidak alang kepalang. Air matanya mengalir membasahi wajahnya yang keriput. Tubuhnya tinggal tengkorak. Yang masih tersisa tinggal tulang berbalut kulit.
Menurut logika, Razali tidak mungkin bisa hidup hanya dengan mengkonsumsi air putih belaka. Tapi Allah SWT berkehendak lain. Dia membirkan Razali hidup dalam penderitaan. Karena terlalu lama tidur telentang, maka, punggungnya pun jadi terkelupas. Sudah diobati dengan salep luka, tapi tak kunjung sembuh. Bahkan menimbulkan luka menganga yang berbau amat busuk.
Selama sakit, tidak ada seorangpun tetangga dan sanak keluarganya yang datang menjenguk. Jika mengingat sikapnya dahulu yang sombong dan angkuh, maka, tetangga dan kaum kerabatnya jadi enggan datang menjenguknya.
Menjelang ruhnya hendak berpisah dengan jasadnya, mulutnya mengeluarkan suara seperti seekor sapi yang tengah meregang nyawa sesaat setelah disembelih. Sakaratul maut berlangsung selama tiga hari tiga malam. Dan akhirnya, dia pun berpulang ke pangkuan Allah. Isak tangis keluarga pun memecah mengantar kepergiannya mengharap Allah SWT. Pengurus masjid mengumumkan berita duka cita melalui pengeras suara. Berita duka cita itu ditanggapi dingin oleh warga desanya.
Para tetangganya enggan datang bertakziah. Rumah duka terlihat sepi. Hanya beberapa orang saja yang datang melayat. Jenazah Razali diletakkan di ruang tamu. Bau busuk menyengat hidung menyebar di ruang tamu hingga keluar rumah. Tetangganya tidak tahan mencium bau bangkai yang berasal dari bekas luka bernanah di punggungnya.
Setelah sholat Dzuhur, jenazah dimandikan Ustadz Rohmat. Putera sulung Razali turut membantu memandikan jenazah dengan memakai masker. Selesai dimandikan dan dikafani jenazah disholatkan. Setelah disholatkan, jenazah hendak diusung menuju tempat peristirahatan terakhir. Saat itu terjadi keajaiban, ketika diangkat keranda menjadi sangat berat. Para pengusung keranda seperti mengangkat besi padat. Padahal tubuh Razali tinggal kulit dan tulang saja. Mengapa kerandanya jadi sangat berat?
"Bagaimana ini Ustadz?" Tanya putera almarhum cemas. Sejenak Ustadz Rohmat tercengang. Dia tahu, semasa hidupnya setelah diberi rezeki berupa harta, almarhum mengingkari nikmat Allah SWT. Ketika diuji dengan kemiskinan, dia justru menjadi hamba Allah yang taat beribadah. Di sisi lain, pernah menjadi hamba Allah yang mengingkari perintahNya. Ustadz Rohmat kemudian menadahkan tangan, berdoa pada Allah di hadapan jenazah. Beliau memohon agar jenazah dapat segera dimakamkan.
"Mari kita tandu bersama-sama." ajaknya. Keempat putera almarhum menandunya. Keranda bisa diangkat walaupun sangat berat. Beberapa kali putera almarhum bergantian menandunya. Wajah mereka terlihat berkeringat. Bahu mereka terlihat lecet.
Tandu yang mereka pikul, seolah membawa satu ton besi, padahal di dalam tandu hanya berisi jenazah renta yang tinggal tulang berbalut kulit. Setibanya di permakaman, langit yang semula mendung seketika menurunkan hujan yang sangat lebat. Petir di angkasa seolah-olah sedang bertarung. Suaranya memekakkan telinga.
Jenazah bergegas dikuburkan dan para pengantar pun berlarian menyelamatkan diri. Angin puting beliung bertiup kencang berputar-putar di sekitar meraka. Pepohonan di sekitar kuburan tumbang menghumbalang. "Mari kita pulang!" Ajak Ustadz Rohmat.
Keluarga almarhum akhirnya pergi meninggalkan areal pemakaman. Dari jauh, mereka melihat petir menyambar pohon mahoni yang tumbuh di pemakaman dekat kuburan Razali. Pohon itu jatuh menimpa kuburan orang tua mereka. Mereka pun menangis pilu.
0 komentar:
Post a Comment